Kalau diperhatikan, banyak diantara nama-nama orang Jepang mempunya arti yang aneh-aneh ketika diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Bukan hanya pada bunyi pengucapannya, tetapi juga ketika kita memperhatikan huruf kanjinya. Huruf kanji adalah huruf Jepang selain Hiragana dan Katakana. Huruf kanji adalah huruf yang mempunyai makna. Sebuah kata bahasa Jepang yang mempunyai bunyi sama, bisa jadi mempunyai bentuk kanji yang berbeda. Kanji yang tak sama akan memyebabkan perbedaan makna, walaupun huruf tersebut dilafalkan sama.
Tentang sebuah nama tadi, saya kurang tau, apakah dalam memberi nama, seperti halnya orang Indonesia, orangtua mempunyai harapan yang tinggi terhadap anaknya kelak.
Umumnya, nama orang jepang terdiri dari 2 kata. Kata pertama adalah nama sendiri, nama selanjutnya adalah nama keluarga. Misalnya, Yoshihiro Yamada (anak pak Yamada), Akihiko Noguchi (bapaknya bernama Noguchi), juga Yuichi Miyashita (maka family name dia Miyashita). Demi sebuah kesopanan, dalam pergaulan sehari-hari, kita biasa menggunakan nama keluarga sebagai panggilan resmi kepada mereka. Memanggil given name mereka sih tidak dosa, tapi biasa diperuntukkan bagi yang sudah akrab saja, takut dianggap SKSD, Sok Kenal Sok Dekat...hehehe.
Dari beberapa rekan kantor, ada yang mempunyai nama keluarga Mori san (hutan). Lalu Kame san (kura-kura). Ada juga Ishi san (batu). Dan yang kemarin baru datang malah bernama Yagi san (kambing...).
Semula, si Jepun cewek ini mempunyai nama Yuki Okada . Dalam satu tahun dia mondar mandir ke Indonesia 3-4 kali dengan masa tinggal 1-2 bulan disetiapkali kedatangannya. Sebenarnya, tidak ada yang aneh pada nama itu. Yuki dalam huruf kanji yang ditulisnya mempunyai arti salju. Yuki biasa digunakan oleh orangtua ketika anaknya ternyata lahir cewek. Walaupun umumnya dipakai perempuan, ada juga yang menggunakannya untuk anak cowok. Lafal Yuki sendiri ada lebih dari 4 dengan kanji yang berbeda.
Oleh kita-kita, si Yuki Okada ini biasa dipanggil Okada san. San tidak bisa berdiri sendiri. San selalu mengikuti nama orang. Nama yang diikuti san, nantinya akan bisa diartikan ibu, bapak, mbak, mas, tante, oom, pakde, budhe dan sebagainya tanpa memandang gender, tanpa melihat dia sudah tua ataukah masih belia.
San akan sedikit bergeser menjadi chan ketika penyandang nama masih imut dan tengah lucu-lucunya atau biasa dipakaikan untuk orang yang disayang.
Kembali cerita tentang Yuki, dia ini anak pak Okada. Selama ini nama itu baik-baik aja. Artinya tidak menimbulkan suatu masalah dan kamipun menerimanya dengan lapang dada tanpa merasa ada perasaan janggal. Sampai akhirnya, ketika September 2009 kemarin Yuki Okada san ini menikah dengan Yagi san. Saya belum sempat tanya siapa given name suaminya itu. Menurut tradisi budaya jepang, ostosmatis last name Yuki yang semula mengikuti nama bapaknya, menjadi berganti mengikuti nama suaminya. Dan... suami Yuki san itu family namenya adalah Yagi san...
Karena berganti nama, maka paspor dan urusan tetek bengeknyapun berubah semua.
“ Aa, sukoshi mendokusai,” tulisnya melalui email ketika saya mempertanyakan kenapa kedatangannya ke Indonesia kali ini yang harusnya tiba pada awal September molor menjadi bulan November. Dia bercerita kalau keterlambatan ini semua akibat dari proses penggantian dokumen karena dia berganti nama. Dia harus membuat paspor baru, belum lagi rentetannya ke visa dan urusan-urusan yang lain. Sangat ngerepotin sekali, ujarnya berulang-ulang di telepon juga. Kalau dipikir, iya juga sih, saya membayangkan posisinya. Mengganti paspor mungkin masih keciiiillll, tapi akibat ganti nama setelah menikah itu, maka identitas setelah menikah akan beda dengan ijazah dan dokumen lain-lain ketika masih lajang dulu...
Yang juga merepotkan dan nyusahin, terpaksa bolak balik kita teman-temannya ini suka salah sebut nama karena mulut rasanya sudah terbiasa memanggilnya dengan nama Okada san, tapi sekarang mendadak berubah menjadi Kambing, eh Yagi san...
“ Ulfa san, potong kambing wa itsu? “ Tanya Yagi san siang tadi ketika disela-sela antri membuat KITAS (sebuah kartu identitas untuk warga asing yang tinggal sementara di Indonesia yang mempunya fungsi dan berbentuk seperti KTP). Ceritanya dia sudah sampai di Surabaya 3 hari lalu. Maksud dia potong kambing adalah hari raya Idul Adha. Sebuah ibadah umat muslim di negeri ini. Tapi mungkin karena kesulitan didalam pengucapannya, dia mengistilahkannya begitu. Mungkin potong kambing lebih mudah melafalkannya. Yeah, harap maklum saja. Huruf-huruf yang dimiliki oleh bangsa Jepang adalah huruf hidup. Hurufnya A, I, U, E, O, KA, KI, KU, KE, KO, SA, SHI, SU, SE, SO...dan seterusnya. Kalaupun ada huruf mati, hanya huruf “N”.
“ Tanggal 27 November,” Jawab saya agak sedikit heran. Ngapain juga dia tanya-tanya. Berkurban juga enggak. Pikir saya kurang mengerti.
Dia manggut-manggut.
“ Aa, yokatta, “ responnya terdengar lega ketika mendengar jawaban saya. Mukanya berseri-seri dan… sedikit jail.
Saya menelengkan muka, menunjukkan tampang heran plus bertanya-tanya.
” Kenapa? ” Akhirnya saya tak tahan.
” Saya pulang ke Jepang tanggal 26 November desu ne, jadi saya tidak perlu takut dipotong Ulfa san,” ungkapnya jujur dengan bahasa campur-campur dengan tersenyum lebar.
Ha...ha...ha... si Kambing Salju ini melucu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment