Wednesday, December 02, 2009

Tokyo Love Story

Dari dulu, sebenarnya aku penasaran banget sama cerita lengkap drama jepang yang berjudul Tokyo Love Story. Padahal, TV swasta Indonesia sudah pernah menayangkannya kira-kira hingga 3 kali. Tapi, aku tak pernah bisa mengikuti isi ceritanyanya yang ditayangkan secara bersambung itu secara berurutan dan utuh. Seringkali waktu tayang yang ganti-ganti, atau karena kesibukan sekolah sering menyebabkan aku tak pernah tuntas menonton per-episode yang ada.

Aku penasaran dengan awal ceritanya. Pengen tahu juga bagaimana berakhirnya. Dapatkah Rika Akana merebut hati Kanji Nagao yang selalu dipanggil mesra dengan sebutan Kanchi itu? Satomi Sekuguchi benarkah memilih Mikami si cowok gondrong yang gemar berganti-ganti pasangan tersebut? Ah, aku sangat penasaran ingin melihatnya secara tuntas tas. Tapi keinginan menonton drama yang dibuat oleh Fuji Terebi itu seperti terlupa seiring bertambahnya waktu dan usia. Akhirnya, hanya menjadi keinginan yang hanya sekedar keinginan saja.

Sampai akhirnya suatu siang, di ruang tunggu Rumah Sakit Swasta Internasional, ketika menemani Yuki Okada san yang tengah tidak enak badan, untuk membunuh waktu, kami ngobrolin tema apa saja. Maklumlah, daripada bengong diam-diaman seperti orang yang tengah gencatan senjata, kami membahas segala topik seru. Sampai kemudian, kesasar dan berhenti pada topik drama jepang yang pernah kulihat sekitar 15 tahun lalu itu. Dan, rupanya Okada san tahu drama tersebut. Disela-sela kami menunggu panggilan antrian, Okada san malah berjanji untuk membawakan DVD Tokyo love Story nanti pas datang ke Indonesia lagi.

Wah, senangnya hati ini :-)

Tanggal 10 November 2009, Okada san muncul di office. Dia menyerahkan 1 kotak bungkusan khas oleh-oleh dari jepang dan sebuah tas kertas berisi keping cakram. Kotak segiempat itu berbungkus rapi jali. Orang Jepang, biasa memberikan omiyage berupa makanan-makanan kecil yang dibungkus dengan sangat rapi. Kertas bungkusnya yang indah, kadang membuat kita yang menerima enggan dan sayang untuk membukanya. Padahal, kotak-kotak itu biasanya hanya berisi makanan camilan. Bisa biscuit, permen, keripik, kacang atau kue mochi yang semuanya rata-rata berukuran imut-imut.

“ Kore, atashi no yakusoku. “ Okada san tersenyum. “Tokyo rabu sutouri no dibidi…” katanya sambil menyorongkan kepingan cakram bertulis Tokyo Love Story itu, lalu tangan kanannya memberikan kotak satunya, “ kore mo omiyage. “

“ arigatou ne! “ aku tersenyum lebar.

Berhubung selama sebulan ini pagi-pagi buta sudah berangkat kerja dan pulang selalu larut malam, aku belum sempat melihat drama tersebut. Setiap hari Sabtupun selalu saja ada kegiatan keluar rumah. Hari Minggu harus disini dengan pekerjaan rumah tangga. Bersih-bersih kamar dan merapikan baju sekarang jadi agenda rutin yang tak boleh terlewat. Secara 4 minggu ini asisten rumah tak lagi bisa bekerja. Baru setelah kemarin ada libur lebaran Idul Adha yang berturut-turut pada Jumat sampai Minggu, aku dapat meyelesaikan seri drama tersebut dalam kurun waktu tak sampai satu hari.

Akhirnya, aku tahu Kanji Nagao berhasil menyunting si first love Satomi Sekiguchi. Akhirnya, aku mengerti bahwa Mikami yang sempat digandrungi Satomi Sekiguchi itu malah mengajak married Naoko teman seprofesinya di fakultas kedokteran. Akhirnya, aku terharu karena Rika Akana san ini dengan teteup semangat, berhasil menghilang dari kehidupan Kanji Nagao, orang yang jelas-jelas disukainya. Dicintainya. Diperhatikannya dengan cinta yang berlebih itu. Hmmm, kawaisou ne...

Menonton drama yang kalau tidak salah dibuat pada era 1991, dimana dalam drama Jepang itu si pemain belum keliatan mententeng-tenteng HP, yang karyawan Heart Sportpun hanya menggunakan fasilitas pager dalam berkomunikasi, seolah (aku) disodori kisah inspiratif bahwa menjalin sebuah relationship tidak cukup dilakukan oleh satu hati. Harus ada dua hati yang merawat dan memeliharanya. Menyiraminya setiap hari, seperti hobby dia pada tanaman yang di rawat didalam kamar manshonnya...

Memberikan pelajaran hidup lain, biar kita rapuh tidak harus kita tunjukkan dengan muka sedih berdarah-darah garuk-garuk tanah. Malah sebaliknya, Rika tunjukkan dengan selalu riang gembira penuh tawa dan senyum cerah . Bukan mau mengajak untuk munafik, tapi se-nggaknya, dengan tingkah kita yang funny dan menyenangkan, kita akan dapat menciptakan aura positif disekitar kita. Dan… ketika kita menghadapi segala masalah yang berat sekalipun, kita bisa tiru gaya Rika Akana yang selalu menarik nafas panjang-panjang… gituh

Ada tambahan lain? :-)

No comments: