Sunday, May 01, 2011

puisi puisi

BUNDA YANG PERKASA

Bunda, saat pagi buta

Kau telah bergerak diantara pematang sawah

Dipunggungmu terletak seonggok besar barang

Dagangan.


Bunda, terkadang kulihat

Baju tuamu terkoyak

Punggungmu terlihat hitam menebal

Ingin kutambal koyakan itu

Dengan sebidang rumput halus

Yang kuambil dari halaman si Tuan kaya.

Bunda, sering kularang kau kerja

Enakan duduk-duduk santai

Seperti oma-opa si Tuan kaya

Yang menikmati hari tua dengan tenang.


Bunda,

Tapi apa katamu?

: Hidup adalah perjuangan,

Jangan hidup kalau tak mau

Berjuang.



PERAMPASAN

Aku tersentak kaget

Saat kau melangkah pergi

Sebab jiwaku ada padamu,

Ada pada tubuhmu

Mana mungkin aku hidup

Tanpa sepotong jiwa.

Kini aku menggigil

Sesak oleh kabut polusi kota

Yang makin menebal

Pekak oleh bising industri dan kendaraan

Silau oleh mercuri jalan

Atau buta dekat lorong-lorong

Rumah keabadian.

Kembalikan jiwa itu kepadaku!

Atau aku harus dendam padamu?

Sepanjang waktu

Terus sampai keturunanmu?


SUNGAI KITA

Sungai kita yaitu bianglala

Tempat dulu menyelam. Memburu

Udang dan ikan sepat buat makan malam

Sambil debatkan budidaya dan kelestariannya

Sungai kita adalah benteng hidup

Yang indah. Dikelilingi taman bunga

Nan harum

Hingga kita terbius slogan kosong

Anti pencemaran

Lalu terbui diatas ranjang

Sambil dengarkan kisah

Tentang hijau dan keserasian surga

Sekarang,

Sungai kita mungkin cermin kusam

Yang memantulkan realita

Bahwa kita jorok. Kita sering

Menuangkan limbah ke permukaan

Atau membabat taman bunga

Hingga udang dan ikan sepat

Sesak nafas

Lalu bau bangkai menyebar

Kini kita rindu menyelam

Memburu udang dan ikan sepat

Buat hiburan

Tapi lingkar noda yang kita dapat

Lalu menjerat nekat

Sungai kita adalah neraka

Tempat udang dan ikan sepat

Tergencet sudah


No comments: